Selasa, 21 Juni 2011

Berempati Pada Penderita Phobia


Tidak pernah ada yang mengharapkan datangnya suatu gangguan di dirinya, baik dari faktor internal maupun eksternal. Termasuk diantaranya sebuah realita yang bernama 'penyakit', seringan apapun itu. Mungkin lebih mudah menghadapi penyakit yang umum (baca: diketahui dan dimaklumi) oleh khalayak di sekitar kita. Penyakit-penyakit yang senantiasa ada dalam daftar pemeriksaan rutin seorang dokter dan bisa mendapatkan obatnya yang dijual bebas dimanapun. Lalu bagaimana dengan mereka yang mengalami sakit yang tidak bisa dilihat oleh mata? Tidak ada kerusakan di tubuh dan tidak ada luka?  Hanya dialami oleh diri sendiri dan ..tragisnya...terkadang bila diceritakan pada orang lainpun akan sangat sulit untuk dipercaya.

Khalayak mengerti dan menerima makna dari kata phobia, namun dalam kenyataannya hal itu hanyalah sekedar pemahaman bahwa ada penyakit yang bernama phobia, ada orang yang takut pada situasi A, B, C dsb. Bagaikan sebuah teori yang dihafal oleh anak sekolah dasar, banyak pihak yang mengetahui namun tidak mau peduli pada si penderita.Hanya sekedar kasihan, dan bahkan banyak juga yang melecehkan seolah itu hanyalah masalah sepele yang seharusnya bisa ditanggung sendiri oleh penderita, mungkin yang ada dalam pikiran mereka pun hanyalah serangkaian implementasi masa bodoh.

Sebagian masalah phobia (mungkin) dianggap ringan oleh sebagian orang, seperti takut pada air, takut pada ketinggian, takut pada binatang tertentu. Banyak yang bilang hal seperti itu cukup ditanggulangi dengan cara menjauhi hal,atau benda,atau situasi yang menjadi penyebabnya. Lalu bagaimana bila phobia yang diderita adalah hal yang selalu datang secara instan dan tidak dapat dihindari seperti bayangan orang yang akan membunuh atau rangkaian rekaman satu peristiwa tatkala seseorang mengalami satu siksaan?
Tahukah anda, phobia adalah satu keadaan yang sangat menyiksa bagi penderitanya, saat gangguan itu datang penderita akan refleks gemetar, menangis, histeris, dan dalam kasus yang lebih parah penderita akan kesakitan luar biasa dan jatuh pingsan. Terkadang phobia juga bisa mengancam nyawa, bukan karena masalah phobianya itu sendiri, namun karena kepanikan yang timbul  pada si penderita phobia yang menyebabkan dirinya tidak dapat mengontrol diri dan emosinya. Contoh kasus pada seorang penderita yang selalu dibayangi ketakutan akan adanya seseorang yang mengejarnya dan ingin membunuhnya, tentu saja itu hanya ada dalam pikirannya. Namun kemudian rasa takut itu datang ketika ia sedang berada di jalan raya, ia pun lari secepatnya tanpa mempedulikan keadaan sekitarnya,tak mempedulikan banyak kendaraan yang setiap saat bisa saja menabraknya. Takut karena hal yang ada dalam halusinasinya dan mengenyampingkan yang benar-benar nyata.

Saya beberapa kali berdialog dengan penderita phobia, dengan kasusnya masing-masing dan latar belakang penyebab yang berbeda-beda. Kesimpulan yang sama saya dapatkan dari semuanya, apapun bentuk phobianya akan memberikan dampak ketakutan yang sangat luar biasa pada penderitanya. Dan semuanya akan merasakan rasa sakit yang lebih dalam tatkala mereka menerima perlakuan tidak adil dari orang-orang di sekitarnya yang menganggap mereka aneh. Yang menganggap mereka cengeng,'cemen', seolah para penderita phobia hanyalah orang-orang manja yang tidak mampu mengatasi masalah mereka yang 'ringan'. Sesungguhnya apa yang dilihat oleh para penderita itu adalah nyata dalam pikiran mereka,mereka jujur menceritakan apa yang mereka alami. Sangat tidak adil kalau kemudian kita mentertawakan,melecehkan dan langsung menjudge bahwa mereka berbohong. Sikap demikian hanyalah akan membuat penderitaan mereka semakin berat.

Para penderita phobia ini terbagi dalam dua kelompok, kelompok pertama adalah mereka yang mau mengakui bahwa mereka 'sakit', untuk golongan ini akan lebih mudah diberikan pengobatan karena mereka mau terbuka.
Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang 'keukeuh' dengan pendapatnya kalau mereka itu benar, apa yang dialami oleh mereka adalah nyata dan justru orang-orang di sekitar mereka lah yang 'buta' dan tidak dapat merasakan apa yang mereka rasakan.

Untuk membantu para penderita phobia ini ( selain tindakan medis dari psikiater),adalah dengan ikut 'terjun' dalam dunia mereka, dalam arti kita datang sebagai teman (terlalu lebay kalau dibilang pahlawan) yang akan menemani mereka dan bisa memahami mereka. Menenangkan dan meyakinkan mereka bahwa mereka pasti 'selamat'. Untuk phobia pada satu benda atau situasi yang ringan  mungkin lebih mudah, tahap awal kita bisa menjauhkan teman atau saudara kita yang takut pada ketinggian misalnya. Kita takkan mengajaknya ke tempat yang tinggi selama ketakutannya masih besar. Perlahan kemudian kita akan mengenalkannya lagi pada ketinggian, membantunya menghilangkan rasa takutnya, memberinya pandangan bahwa tinggi itu indah, pemandangan dari ketinggian itu menakjubkan.
Lalu bagaimana bila yang ia takutkan adalah penjahat sadis yang selalu siap membunuhnya? Tentu saja diperlukan ahli terapi untuk kasus yang berat seperti ini, namun tetap kita bisa meringankan bebannya dengan menjadi kawan terdekat dalam situasinya. Saya pernah berdialog dengan seorang ibu penderita phobia akut,keluarganya mengatakan bahwa orang tersebut sudah 13 tahun menderita halusinasi hebat, dalam pandangannya semua orang seolah akan membunuhnya, pun itu terjadi ketika ia mengobrol dengan saya. Ada satu saat ketika ia tiba-tiba teriak dan menunjuk pada satu sudut, ia katakan disana ada seorang pria yang mengacungkan goloknya padanya. Saya tidak melihat apa-apa pada sudut yang ia tunjukkan. Melihat beliau histeris saya sempat bingung,namun lalu perlahan saya katakan padanya (dengan perjuangan keras untuk bisa tenang)..saya bilang "Oh iya bu, tapi bukan mau kesini kok, lihat di tangan kanannya ada ayam, dia mau nyembelih ayam", diluar dugaan ternyata perkataan saya dapat sedikit menenangkan ibu itu, memang sedikit terkesan seperti menghadapi anak kecil. Dan ternyata berdasarkan 'investigasi' saya yang awam ini, satu 'kesalahan' yang sering dilakukan keluarganya pada si ibu tersebut adalah dengan menyalahkannya tatkala beliau berhalusinasi, banyak  anggota keluarganya yang to the point langsung mengatakan bahwa beliau berhalusinasi, mengkhayal dan yang lebih ekstrem suaminya pernah pula mengatakan "Kamu sakit jiwa!". Hal seperti itu tidak dapat diterima oleh si penderita, penderita akan berontak dan selalu menyanggah. Tindakan pengobatanpun akan sulit dilakukan karena penderita tidak merasa dirinya sakit. Perlu pendekatan dan kesabaran ekstra menghadapi penderita phobia dalam kasus seperti ini. Dokter ahli jiwa pun saya rasa akan melakukan tindakan yang sama, pendekatan yang komunikatif secara perlahan. Jadi kunci awalnya adalah kesabaran dan pemahaman. Tindakan terapi dari ahli jiwa takkan memberikan efek maksimal tanpa dukungan keluarga dan orang-orang di sekitarnya.

Minggu, 19 Juni 2011

ANDROPHOBIA

Androphobia...satu ketakutan yang berlebihan yang dialami kaum hawa. Dimana ia akan merasakan ketakutan yang luar biasa terhadap kaum adam. Dalam kasus yang lebih parah bahkan penderita akan merasakan halusinasi hebat dan rasa sakit di tubuhnya yang hanya dapat dirasakannya sendiri. Tidak ada sedikitpun luka ataupun memar dan tanda-tanda lain yang muncul di tubuhnya yang dapat memberikan petunjuk atas rasa sakit itu. Namun penderita akan terlihat sangat tersiksa, menangis, menjerit, bahkan hingga jatuh pingsan. Semua rasa sakit dan halusinasi tersebut terpola dari pikiran dan alam bawah sadarnya bila melihat seorang (atau bahkan hanya sebuah gambar) pria. Ingatannya yang akan memutar memori yang memacau trauma yang dialaminya yang akan membuatnya terjebak pada rasa sakit semu namun sangat menyiksa tersebut. Dan rasa sakit itu akan perlahan menghilang bila penderita dapat mengontrol pikirannya.
Hal ini tentu saja akan sangat menyiksa diri si penderita karena bisa terjadi kapan saja tanpa bisa diduga. Tidak mengenal tempat dan waktu.
Apa penyebabnya?
1. Trauma di masa lalu, apakah penderita pernah mengalami pelecehan seksual, pemerkosaan, ataupun berbagai macam siksaan dari pacar, suami, teman atau atasan pria.
2. Tidak mengalami siksaan secara langsung namun penderita pernah berada di lingkungan sosial yang memperlihatkan kekerasan dari seorang pria pada seorang wanita, seperti pertengkaran orang tua, melihat majikan yang menyiksa bawahannya, dapat juga karena menjadi satu saksi kejahatan di tempat umum yang dilakukan oleh seorang pria.
3. Ada pula yang tidak mengalami atau menyaksikan kekerasan fisik namun mengalami kekecewaan yang sangat dalam pada seorang pria, mungkin karena pengkhianatan dalam suatu hubungan, perpisahan yang tidak dikehendaki , janji yang tidak ditepati ataupun sebuah rencana yang tidak terlaksana namun meninggalkan rasa sakit hati yang sangat dalam.

Androphobia tidak mengenal usia, dan untuk penyembuhannya memerlukan waktu yang cukup lama. Beberapa diantara cara penyembuhan Androphobia, yang juga sering diterapkan pada phobia lainnya:
1. Hypnotheraphy: penderita diberikan sugesti-sugesti yang dapat menghilangkan ketakutan dari pikirannya, sekarang sudah banyak tempat yang memberikan pelayanan hypnotheraphy ini, saya akan memberikan daftar klinik hypnotheraphy pada post berikutnya.
2.  Flooding : terapi yang cukup ekstrem. Si penderita diterapi dengan dipertemukan dengan apa yang ditakutkannya, dalam hal ini penderita androphobia ditempatkan pada satu tempat dimana disana ada beberapa orang pria, tentu saja penderita ditemani seorang ahli yang dapat mengarahkannya dan dapat menunjukkan bahwa tidak semua pria itu seburuk apa yang ada di pikirannya.
3. Abreaksi : penderita androphobia yang disebabkan masa lalu yang traumatis tak akan sanggup langsung berinteraksi dengan lawan jenisnya, untuk itu dilakukan terapi secara perlahan melalui gambar, foto ataupun tayangan2 yang  menunjukkan keberadaan para pria. Bila tahap ini dapat dilalui penderita kemudian dapat dipertemukan dengan pria di lingkungan terdekatnya terlebih dahulu, seperti keluarga dan teman sekolah atau kerja. Pria yang dapat menunjukkan perhatian dan meyakinkannya bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan.
4. Reframing : Penderita dituntun untuk flashback dan kembali ke kejadian awal dimana dia mulai mengalami rasa takut dan trauma, kemudian alam pikirannya diarahkan kembali untuk memberikan satu sugesti dan kekuatan untuk menjadi seorang manusia baru, meyakinkannya bahwa ia mampu untuk mengatasi semua ketakutannya.


Namun terapi apapun yang dilakukan, penyembuhan yang paling handal tetaplah bersumber dari Sang Maha Penyembuh, doa dan dukungan keluarga tetaplah sumber kekuatan yang paling diperlukan. Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Apapun yang kita alami bila kita berserah diri dan memohon kekuatan pada-Nya, sugesti dan kesembuhan itu akan datang tanpa kita mengeluarkan biaya yang besar ataupun 'berkelana' antar klinik terapi. Kunci penyembuhan seorang penderita phobia adalah kenyamanan. Bila ia merasa ada teman di sekelilingnya, bila ia yakin bahwa ia tidak sendiri, dan yang terpenting adalah keyakinan bahwa di dunia ini kasih sayang padanya lebih banyak daripada kejahatan yang akan terjadi padanya. Bila ia yakin ia terlindungi maka Insha Allah ia akan sembuh.

Sabtu, 18 Juni 2011

Mengenang Yang Pernah Ada

Diary...hidup ini memang misteri ya, seiring berjalannya waktu yang sangat sangat sangatlah cepat, apa yang akan kita alami tidak akan pernah terprediksi. Yang ada dan yang hilang. Yang datang dan pergi. Pertemuan dan perpisahan. Kelahiran dan kematian. Adakah insan yang selalu siap menghadapi semua itu?
Tawa dan tangis selalu silih berganti setiap hari. Saat kecil dulu, aku akan menangis bila mainanku hilang, dan akan kembali ceria saat mainan itu tergantikan, dengan cepat bisa melupakan mainan yang lama, namun di usia dewasa ini..apa yang hilang dari hidupku adalah hal-hal yang takkan mungkin tergantikan. Tak mungkin dicari, namun tak mungkin pula ditangisi.
Ingin rasanya menganggap bahwa ketegaran itu hanyalah sebuah kata, sangat sulit sekali untuk dilakukan. Namun nyatanya aku harus mati-matian menjadi orang yang tegar. Dewasa adalah saatnya bersandiwara. Harus tersenyum di kala duka dan berwajah ceria saat sebenarnya air mata sudah siap mengalir deras. Hidup tak lagi untuk diri sendiri.
Dalam waktu singkat beberapa orang datang dan pergi begitu cepat dalam hidupku. Mengapa harus ada persamaan di antara mereka? Apakah memang takdir hidupku yang harus selalu tertawa dan menangis tanpa sempat melakukan apa-apa, berganti babak dengan sangat cepat sebelum kesadaranku benar-benar pulih.
For 1st someone...
Tuhan tidak mungkin menganugrahi hati yang sesat, Tuhan tak mungkin memberimu pikiran yang slalu ingin menyakiti. Kakimu yang melangkah ke jalan yang salah, logikamu yang tak lagi ingin berbicara. Pikiranmu sudah tertutup hanya untuk kesenangan sesaat, hatimu yang mengarahkan diri berakrab-akrab dengan keegoisan. Kamu lupa bahwa kamu tidak sendiri lagi, kamu lupa sudah ada beban tanggung jawab yang besar di pundakmu. Kamu tak lagi mengerti makna prioritas. dan kamu lebih lupa lagi bahwa hidup hanya sementara dan di dunia ini berlaku karma. Tuhan mengambilmu dari kehidupanku, membuang janjimu yang pernah berjanji akan berdampingan mengisi hidup ini hingga nyawa terpisahkan. Meninggalkan luka pada beberapa jiwa. Namun aku tahu ini semua yang terbaik yang diberikan Tuhan padaku. Tuhan menyayangiku. Dan Tuhan seakan berbisik padaku...biarkan dia tertawa sekarang, lihatlah satu saat dia akan menangis. Walaupun bukan itu yang kuharapkan, aku tak mengharapkanmu menangis, aku hanya ingin mata hatimu terbuka, semoga...
For 2nd someone...
Anugerah yang sangat singkat dari Dia sang maha pemberi hidup, menegaskan bahwa kita memang hanyalah sebagai perencana. Kurasakan dirimu benar-benar setitik oase di tengah gurun pasir, menghilangkan dahagaku dalam sekejap, memberikan senyum dan kesegaran dalam waktu singkat. Namun walaupun oase itu telah tiada, aku tak lagi kekeringan dear..aku mengerti makna harapan sekarang, mimpi harus tetap diraih,dan kau meyakinkanku bahwa aku memiliki kekuatan itu. Kau tetap menepati janjimu, kita masih bersama walau dalam dimensi yang berbeda, tenanglah kau disana dear..aku tahu kau menemaniku. Entah kapan tiba waktuku sayang, dan aku tak akan menyia-nyiakan sisa waktuku ini. I love u
For 3rd someone
Kamu itu meteor atau petir sih? Cuma sekejap saja singgah lalu pergi lagi..tapi meninggalkan bekas. Kamu tahu, kamu yang bikin kaki ini kembali bangkit berdiri, kamu yang tak lagi membuatku menyesali suatu kematian, kamu yang memberiku semangat agar aku tak selalu memikirkan satu kehilangan. Tapi malah kamu kini menghilang! Aku masih butuh kamu, tapi aku juga tak punya hak untuk memanggilmu. Kita terjebak dalam kerancuan, meraba-raba arti dari suatu hubungan persahabatan.Kita sama-sama menyesali benteng yang berdiri itu. Tapi bukankah kita sudah dapat mengatasi itu. Ataukah hanya aku? Kita takkan merubah takdir yang sudah ada kan sahabatku, kita juga tak ingin menyakiti hati yang lain, kita sepakat menjalani peran yang ada sekarang..kita sahabat dan saudara. Lalu dimana kamu sekarang?

Kamis, 16 Juni 2011

Ketika Habis Manis Permen Karet Dibuang....

Prihatin menyadari banyak sekali insan yang menilai suatu hubungan hanya berdasarkan suatu perhitungan untung dan rugi, mengutamakan keuntungan dan 'hal enak' yang bisa didapatkan dari hubungan itu. Ketulusan dan rasa empati mungkin hanya tinggal barisan kata di buku agama dan PPKN (dulu jaman saya PMP) anak SD. Sekedar teori yang harus dihafalkan tanpa implementasi. Kenyataannya dalam kehidupan yang sebenarnya orang akan bermuka manis pada pihak yang bisa memberinya atau membawanya pada surga duniawi, dan memandang sebelah mata nyaris melecehkan pada sebuah ketulusan dan etika.
Hidup memang satu perjuangan, dan butuh kerjasama untuk mengejar cita-cita, harapannya sih seperti teori di buku-buku, kita harus bahu membahu, saling tolong menolong, dengan keluarga, teman, sahabat, saudara, hingga akhirnya semua bisa meraih apa yang diimpikannya di dunia ini, dan setelah semua tercapai hendaklah saling membantu lagi pada sesama yang membutuhkan....manis ya sebuah teori. Nyatanya..hidup adalah perlombaan, siapa yang kuat dia yang menang, saling membantu tidak ada lagi ketulusan, hanya sekedar mengintip keuntungan yang bisa didapat dan setelah itu lari. Lebih banyak orang yang tidak peduli pada sesamanya, materi dianggap sebagai sahabat terbaik.
Ngapain saya ngomel panjang lebar begini? Hanya mencoba menyimpulkan banyak berita yang saya baca di media, dimix dengan pengalaman saya sendiri . Sedih sekali bahwa ternyata hal tersebut juga terjadi pada saya sendiri, kebahagiaan bertemu sahabat lama langsung sirna dalam waktu singkat, karena sahabat tersebut (mungkin...) sudah tak dapat lagi mencari celah di diri saya yang dapat memberinya keuntungan (baca: plus kesenangan). Rasanya ingin kembali menjadi anak kecil lagi, saat obrolan dengan teman adalah tentang bermain, hal-hal ringan yang selalu membawa tawa. Kalaupun dalam permainan nanti ada yang menang dan yang kalah hanya disikapi dengan tertawa dan dalam hitungan menit sudah dilupakan dan kembali bermain bersama. Sedangkan yang baru saja saya alami dalam usia dewasa ini, sang sahabat hanya berbasa basi menyatakan kangen..lalu pembicaraan langsung mengarah ke bisnis, obrolan demi obrolan saya rasakan dia ingin mengorek apa yang bisa saya lakukan di bisnis itu, berapa kira-kira modal yang bisa saya keluarkan, berapa kira-kira keuntungan yang bisa dia dapat...dan tatkala dirasakan bahwa takkan banyak yang bisa didapatkan dari saya diapun menghilang ditelan bumi. Sementara saya masih terkenang indahnya persahabatan jaman sekolah dulu dengannya, yang langsung berganti dengan rasa sakit.
     Namun rasa sakit itu tak sebanding dengan sakit hati yang sedang dialami salah seorang teman, yang harus kehilangan istrinya setelah dia tak lagi berpredikat 'kaya', sang istri yang selalu dibanggakannya ternyata hanya tulus mendampingi hartanya dan bukan dirinya. Cerita klise...Biasanya saya hanya dapat berucap prihatin andai hal seperti itu hanyalah satu berita yang saya tonton di tv, atau curhatan orang lain di majalah wanita. Namun karena tengah terjadi pada teman saya sendiri akhirnya saya pun mengelus dada.
Tentu saja tidak semua orang seperti itu, masih banyak orang yang mendapatkan karunia mempunyai hati yang tulus. Yang memandang suatu hubungan real sebagai suatu silaturahmi. Yang tak pernah ambil pusing dengan sebuah hitungan angka (baca lagi; uang). Semoga saya bisa berjuang menjadi orang seperti itu. Harta memang perlu dicari, dan bukankah rejeki tiap orang telah diatur oleh Dia yang maha kaya? Tak akan pernah tertukar, dan tak perlu berpikir pendek dan mencari jalan pintas untuk mencarinya.   

Kamis, 02 Juni 2011

3 IDIOTS

Baru saja menonton ulang (yang entah keberapa kali) film India berjudul 3 Idiots, film kocak yang sarat makna. Ceritanya sungguh menyentuh, tentang 3 orang sahabat yang mendapat predikat 'idiot' hanya berdasarkan penilaian akademis sebuah kampus. Padahal dalam kenyataannya mereka adalah orang-orang yang sangat jenius dalam menyikapi kehidupan yang sebenarnya.
Apa yang disampaikan sungguh mengena, aku yang telah mengenal dunia kampus benar-benar tersengat dan dipaksa untuk mengakui pemikiran si "rancho"..tokoh utama dalan film ini, bahwa sekolah itu seharusnya untuk belajar dan benar-benar mencari ilmu..bukan sekedar mengejar ijazah. Tujuan mencari ijazah kadang membuat orang salah kaprah dan menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan selembar kertas bergengsi itu. Padahal dalam kenyataannya ribuan atau bahkan mungkin jutaan manusia di dunia ini yang memiliki berlembar-lembar ijazah dan pada akhirnya memperoleh gelar bonus sebagai seorang 'pengangguran'.....sedangkan banyak pula manusia tanpa ijazah tapi memiliki banyak keahlian yang akhirnya dapat menikmati hidup dengan hasil jerih payahnya.

Dan cerita persahabatannya benar-benar mewakili mimpi banyak orang (terutama aku sendiri) akan keberadaan sesuatu yang bernama ketulusan yang kian langka dan semakin menghilang di muka bumi ini. Sulit sekali mencari orang-orang yang benar-benar tulus. Yang banyak berkeliaran hanyalah orang-orang yang jago berakting tulus.

Dan yang juga patut aku contoh dari film ini, dan Insya Allah ingin kuterapkan pada anak-anakku...bahwa sebagai orang tua kita tidak seharusnya memaksakan kehendak, bukan hak orang tua untuk menentukan masa depan anaknya...untuk menentukan bakal jadi apa anaknya kelak. Dan gengsi bukanlah segalanya. Cinta dan kebersamaan keluargalah yang akan membawa kebahagiaan. Dan doa serta kerja keras yang akan menganugerahkan masa depan yang indah.

Haru, kagum, dan empat  jempol aku berikan pada pembuat cerita 3 idiots ini . Termasuk pemilihan pemain yang ganteng-ganteng...hehe

Mataku terbuka, semoga aku dapat mengarahkan anakku untuk menjadi orang yang cinta keluarga, penuh keahlian, pantang menyerah dan yang terpenting selalu jujur dan tulus..Amin

Rabu, 01 Juni 2011

Indahnya Ikhlas

Ikhlas...sesuatu yang sangat berat untuk dijalani. Aku tak punya kata yang tepat untuk mendefinisikan ataupun memaparkannya dengan jelas ataupun indah.  Hanya ingin bercerita semua yang kurasakan tentang kata yang bernama ikhlas ini. Hanya sarana bagi diriku untuk flashback dan memajukan langkahku lagi. Namun bila memang ada sahabatku merasa senasib dan termotivasi tentunya itu merupakan kebahagiaan tersendiri untukku.

     Cerita tentang seorang istri dan dua putri yang ditinggal menikah lagi oleh suaminya. Saat anak tangga yang ingin dipijak dalam rumah tangga hampir mencapai puncaknya. Saat jalan yang direncanakan untuk dilalui hampir mendekati tujuannya. Aku juga manusia biasa, tangis itu hadir hampir setiap malam saat menyadari diri ini tanpa pasangan hidup lagi. Rasa iri itu mendera saat melihat pasangan lain terlihat mesra dan bahagia. Lebih luka lagi saat menyadari ada dua nyawa lain yang juga ikut terseret dalam duka. Anak-anakku...
Dan aku bukan wonder woman, kesadaran untuk menegakkan kembali tangga yang telah jatuh mengalami perjalanan yang panjang sebelum menyentuh pikiran ini. Butuh waktu yang sangat lama pula untuk mengusir rasa marah yang sangat betah di hati ini. Dan baru sekarang aku merasakan kebenaran kata-kata bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Pelajaran yang didapat dari SD hingga kuliah dan baru disadari saat umur ini bergelar tua. Saat akhirnya diri ini berhasil pelan-pelan mengusir rasa egois.
       Rencana Tuhan selalu indah, Tuhan gakan pernah membiarkan umat-Nya menanggung cobaan yang terlalu berat untuk dipikulnya. Dibalik rasa sakit karena satu orang Tuhan memberiku kebahagiaan lain lewat banyak orang. Keluarga dan sahabat-sahabatku. Yang menyumbang keping demi keping semangat hingga terbentuk utuh memaksa kaki ini untuk berdiri. Hidup terlalu berharga dan terlalu singkat kalau hanya untuk ditangisi. Luka itu harus dilenyapkan, bukan hanya diobati namun meninggalkan bekas. Aku mulai bangkit dan bersemangat lagi menjalani hidup dengan dorongan spirit dari keluarga dan sahabat-sahabatku. Mencoba melupakan segala kesedihan.
       Bukan hal mudah bagi istri yang disakiti untuk kembali menjalin komunikasi dengan mantan suami yang telah berpaling, namun itu tetap harus dilakukan demi anak-anakku. Hubungan darah tak akan pernah bisa diputuskan, seorang ayah tetaplah bagian dari hidup mereka. Dan yang terpenting anak-anakku tak pernah boleh mengenal kebencian atau dendam.
Pelan-pelan, aku terus memandu anakku untuk terus bersemangat dalam menjalani hidup, untuk lebih melihat sisi positif yang bisa diambil dalam langkah mereka. Sisi negatif bukan untuk dilupakan, namun tetap harus dilihat sebagai penyeimbang dan pelajaran tentang efek dari suatu tindakan. Sangat berat rasanya mencoba mengajarkan anak-anak agar mau menerima ibu tiri mereka, agar mau menghargainya sebagai ibu kedua mereka. Menyadarkan bahwa tetaplah semuanya terjadi dengan ijin Tuhan, bahwa memang harus hadir seorang istri baru di kehidupan ayah mereka. Bahwa kemudian memang rencana Tuhan untuk menghadirkan seorang adik lagi. Aku tak pernah mau mengajarkan sebuah kata 'tiri', kuajarkan anakku untuk ikhlas menerima adiknya sebagai seorang saudara. Makhluk lain yang dihadirkan Tuhan pasti dengan maksud yang baik. Dan persaudaraan akan lebih indah tanpa terhalang status yang bernama kandung atau tiri.
                Pelajaran lainnya, kuajarkan anakku untuk memandang ayah mereka hanya dalam lingkup sebuah hubungan darah, penghormatan, dan tugas seorang anak yang harus berbakti pada orangtuanya. Bukan pada sisi materi. Urusan harta biarlah menjadi tanggung jawab ayah mereka dengan Tuhan, Tuhan menyayangi kita dengan cara-Nya, dan rejeki dialirkannya melalui seribu jalan, bukan hanya dari ayah mereka. Aku tak mau anakku jadi seorang penuntut.
              Aku coba mengakrabkan anakku dengan ibu dan adik barunya, bukan hal mudah. Untuk berbicara lewat telpon pun kadang harus kupaksa. Diawali dengan hal-hal kecil seperti mengucapkan selamat ulang tahun, berlanjut obrolan dan kata maaf di hari Raya. Hingga saling mengirimkan hadiah saat ada kelebihan rejeki.
              Syukurlah melalui proses yang cukup panjang anakku bisa menerima semua kenyataan dan kembali dapat fokus dalam pelajaran sekolah mereka. Tak ada lagi rasa marah atau luka di sinar matanya. Akupun ikut bahagia mendengar anakku ikut berempati dan khawatir bila adik barunya sakit.
Masih panjang proses yang harus dilalui, masih banyak pembelajaran yang harus dicari. Tapi dengan keikhlasan beban hidup ini dapat lebih ringan. Aku berani bilang bahwa kalimat 'semua manusia adalah saudara' bukan kalimat yang klise.





To my heart..my real heart...


Hati...semua yang kurasakan bersumber darimu. Kala kesedihan menguasai maka kelemahan pula yang kurasakan. Namun tatkala sugesti yang indah yang menetap di hati ini, entah darimana datangnya kekuatan yang dahsyat yang mengajak jutaan semangat mengendap di raga ini. Hai hatiku...jangan pernah kau biarkan setan-setan pengganggu itu mendatangimu. Cukuplah aku berteman dengan  bidadari-bidadari yang bernama ikhlas dan cuek itu. Karena dua bidadari itu yang menguatkan aku. Kamu hapuslah nama-nama itu, nama-nama orang yang telah melukaimu. Nama-nama orang yang tidak mempedulikanmu. Nama-nama orang yang tidak memiliki anugerah sepertimu di tubuhnya. Mereka tak memiliki hati. Mereka hanya raga yang terlalu mengagungkan lidah mereka yang tidak bertulang, yang selalu memamerkan sejuta kata tanpa makna dan merendahkan. Sejuta kata tanpa etika. Tapi kita tak peduli itu kan hatiku. Singkirkan pula nama-nama orang yang masih masih tersesat dalam keserakahan, yang lupa bahwa dia hidup di dunia ini tidak sendirian, yang lupa bahwa dia tidak akan berumur panjang. Yang tidak bisa melihat iblis terkekeh di bahunya. Selanjutnya..kamu pasti tahu bahwa nama si polan dan si pandir itu yang tak perlu kita ingat lagi. Dia yang mungkin tak pernah tahu betapa sebuah janji sangat berat dan harus ditepati. Dia yang tak pernah mendapatkan pelajaran tentang kesetiaan. Dia yang tak pernah tahu bahwa karma itu ada. Aku ingin mengasihani dia, tapi waktu kita terlalu berharga untuk itu kan hatiku. Lalu jangan lupa hatiku..nama terakhir yang kita wajib untuk tak mengingatnya lagi, nama yang mengajakku pada kesenangan diatas penderitaan nama lainnya. Nama yang menganggap diriku ini dapat terbeli. Nama yang lupa bahwa aku selalu berempati. Kita tak pernah mau menyakiti hati yang lain kan hatiku, kita tak ingin menciptakan tawa diatas luka. Kita ciptakan mimpi kita sendiri oh hatiku, yang akan kita capai dengan keringat dan air mataku sendiri. Tak ingin melihat tetesan air mata dari mata indah lainnya.